Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah setelah menjalani wukuf di Arafah. Jamaah calon haji Indonesia saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
Pemerintah Indonesia akan memprioritaskan skema murur untuk jamaah dengan risiko tinggi (risti), lanjut usia, disabilitas, dan para pendamping lansia. Sebagai langkah persiapan, PPIH akan meminta petugas kelompok terbang (kloter) untuk mendata jemaah yang akan diikutkan dalam skema murur, sesuai dengan kriteria dan jumlah yang telah ditentukan. Jemaah akan berkumpul di pintu keberangkatan maktab (tenda) di Arafah setelah sholat Magrib untuk selanjutnya diberangkatkan melewati Muzdalifah menuju Mina.
Skema murur akan berlangsung pada 9 Zulhijjah dari pukul 19.00 hingga 22.00 waktu Arab Saudi. Jamaah akan bergerak dari Arafah, melewati Muzdalifah, tidak turun untuk Mabit di Muzdalifah, tapi langsung menuju Mina. Pergerakan jamaah dengan skema murur dari Arafah ini akan dilakukan berbasis daftar nama jamaah yang sudah diusulkan.
Sementara untuk pergerakan jamaah dengan skema normal, sistem taraddudi dari Arafah ke Muzdalifah akan dimulai pukul 22.00 WAS, setelah proses pergerakan skema murur selesai.
Skema murur ditetapkan untuk:
- Menghindari kepadatan dan kesulitan bagi jemaah risti, lansia, dan disabilitas.
- Memberikan waktu lebih longgar bagi jemaah risti, lansia, dan disabilitas untuk naik dan turun kendaraan, baik di Arafah maupun saat tiba di Mina.
- Menghindari pertemuan jalur pergerakan murur dan taraddudi dari Muzdalifah ke Mina.
Sekitar 25% dari total jemaah dan petugas haji Indonesia akan mengikuti skema murur, perkiraannya mencapai 55.000 orang.
Keterbatasan ruang di Muzdalifah menjadi tantangan bagi jemaah haji dari seluruh dunia, tidak hanya Indonesia. Skema murur sejalan dengan keputusan organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) yang membolehkan jemaah haji meninggalkan mabit di Muzdalifah karena alasan kepadatan tanpa dikenakan dam (denda), sebab kondisi jemaah yang berdesakan berpotensi menimbulkan mudharat/masyaqqah dan mengancam keselamatan jiwa.
Tempat di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan berpotensi kepadatan luar biasa yang jika dibiarkan akan dapat membahayakan jemaah. Sebab itulah perlu diterapkan skema murur saat mabit di Muzdalifah.
sumber : Kemenag RI
Update (18/06/2024) :
Jamaah haji yang mabit dengan cara murur, hajinya tetap sah, sehingga tidak perlu membayar dam (denda). Hal ini berdasarkan hasil keputusan Musyawarah PBNU, Fatwa MUI dan Ormas Islam lainnya. Pada saat pelaksanaan, PPIH melibatkan pendamping, termasuk para petugas kloter.
Skema murur ini merupakan salah satu bentuk kebijakan baru, pertama kali diterapkan bagi jamaah haji Indonesia. Mengacu pada Kaidah, "Al-Muhafadhatu 'Ala Qadim al-Shalih wal Akhdu bi al-Jadid al-Ashlah" (Mempertahankan kebijakan lama yang baik dan menerapkan kebijakan baru yang lebih baik).
sumber : Kemenag RI